BAB I
PENDAHULUAN
1.
Pengertian
Antropologi
Secara harfiah antropologi adalah ilmu (logos) tentang manusia
(antropos).Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaliagus
makluk sosial..Beberapa ahli juga menguraikan tentang pengertian antropologi
yaitu:
Ø Margaret
Mead,bahwa antropologi merupakan:
a) Ilmu
pengetahuan alam atau ilmu biologik, dalam arti, Ilmu yang mempelajari evolusi
fisik dan sifat hakekat biologik manusia;
b) Ilmu
sosial, dalam arti, ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia sebagai anggota kelompok sosial;
c) Disiplin
ilmu yang bersifat histirik, artinya yang berusaha membuat rekonstruksi
urutan-urutan perkembangan kebudayaan;
d) Salah
satu dari ilmu “humanities”, yang mempelajari kesenian, folklore, tradisi lisan
dan sebagainya.
Ø William
A.Havilland
Antropologi adalah studi tentang manusia ,berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat bagin manusia dan perilakunya sertauntuk
memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
Ø David
Hunter
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari pengetahuan
yang tidak terbatas tentang umat manusia.
Ø Koentjaraningrat
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya
dengan mempelajari aneka warna,bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang
dihasilkan.
Dari
definisi-definisi tersebut,pengertian antropologi secara umum adalah sebuah
ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan
(cara-cara perilaku,tradisi-tradisi,nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga
setiap manusia yang satu dengan yang lainnyaberbeda-beda.
2.
Ciri-ciri
Antropologi
Dilihat dari
segi pendekatan atau segi tinjauan
ada dua ciri khas dari antrropologi, yaitu pendekatan yang bersifat komparatif dan yang bersifat holistik. Pendekatan komparatif,
berusaha melihat manusia dengan pandangan yang luas, tidak hanya meninjau
manusia dalam masyarakat yang terisolasi atau bahkan hanya dalam satu tradisi
sosial tertentu saja. Pendekatan komparatif membanding-bandingkan masyarakat
yang satu dengan masyarakat yang lain, tradisi yang satu dengan tradisi yang
lain dalam seluruh ruang dan waktu. Pendekatan ini berusaha mengenali
persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan untuk sampai kepada generalisasi.pendekatan
ini berusaha memberikan
keterangan ilmiah yang dapat diterima tentang variasi bentuk-bentuk sosial dan
mencatat asal-usul serta perkembangan manusia dengan adat-istiadatnya. Dikripsi
tentang masyarakat petani indonesia, tentang masyarakat berburu di afrika, tentang
masyarakat penggembala di asia, masyarakat industri di eropa dan masyarakat lain
di
berbagai daerah dan benua, semuanya itu perlu bagi studi antropologi.
Umumnya
dalam pendekatan komparatif ini, ialah penerimaan proposisi, bahwa masyarakat
itu dapat diperbandingkan di setiap tempat dan waktu. Tidak ada masyarakat
setidak-tidaknya dalam ciri-ciri umumnya-- yang unik.
Pendekatan komparatif
itu juga mencakup dimensi waktu. Untuk mengerti keadaan masyarakat industri
masa sekarang, kita haruslah mengerti apa yang terjadi pada masa yang telah
lalu, kita harus tahu tentang masyarakat non-industri yang menjadi titik tolak
perkembangan masyarakat modern saat ini. Jadi, masyarakat
modern itu hanya merupakan bagian kecil dari fenomena yang lebih besar, yang
kita usahakan dapat kita tinjau, kita uraikan, dan kita pahami. Misalnya, kita
tidak akan mengerti sepenuhnya perkembangan teknologi yang kompleks, tanpa
memahami konsekwensi-konsekwensi sosial dari
teknologi sederhana. Pemahaman seperti ini, ialah secara bertahap, meningkat
dari yang paling sederhana kepada yang paling kompleks.
Sedangkan
pendekatan holistik
berdasarkan pendapat, bahwa masyarakat itu dapat diselidikii sebagai keseluruhan,
sebagai unit-unit yang bersifat fungsional atau sebagai sistem-sistem.
Banyak variasi
holisme dengan nama-nama atau istilah tertentu. Yang paling umum, ialah yang
disebut “fungsionalisme”. Secara sederhana, holisme dalam antropologi berarti
antropologi mencoba mencakup keseluruhan ruang lingkup dari segala apa yang
berhubungan dengan kemanusiaan untuk sampai kepada generalisasi-generalisasi;
antropologi mencoba memberikan pandangan total. Secara khusus, holisme dan
antropologi mempunyai dua aspek primer.
a) Kebudayaan manusia
sebagai jaringan tunggal yang saling terkait,
sebagai kesatuan yang teratur, sebagai keseluruhan yang berfungsi, yang
didalamnya semua bagian saling berhubungan
satu sama lain sebagai
komponen-komponen dari satu sistem. Suatu kejadian yang terjadi pada komponen
yang manapun dari sistem itu akan berpengaruh kepada struktur dan kerja
keseluruhan.
b) Antropologi
juga bersifat holistik, dalam arti antropologi mempelajari baik ciri-ciri fisik
atau biologik, maupun ciri-ciri sosial dan budaya dari spesies-spesies. Evolusi
fisik Homo dan evolusi budaya tidaklah dipandang sebagai tanpa saling
berkait-kaitan.
Dilihat dari
pusat perhatian antropologi, ada ciri lain lagi dalam antropologi yang dianggap
sebagai ciri khas, yaitu bahwa pusat perhatian atau fokus studi antropologi,
ialah bangsa-bangsa “primitif”beserta
kebudayaan dan perilakunya. Tetapi saat ini tidak lagi membatasi
studinya pada bangsa-bangsa seperti itu.Seiring
dengan perkembangan zaman studinya diarahkan kepada masyarakat yang
dianggap “modern”. Hal ini disebabkan karena dalam abad teknologi seperti
sekarang ini makin lama makin hilanglah bangsa-bangsa dan masyarakat-masyarakat
yang dikatakan “primitif” dan terisolasi itu, dan dalam masyarakat kita yang
dikatakkan “modern”, justru makin bertambah banyak masalah yang dihadapi, yang
memerlukan pemecahan..
Menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat sendiri ini, para sarjana antropologi
memberikan sumbangan yang khusus. Pengalamannya yang bermacam-macam tentang cara hidup berbagai
bangsa atau suku bangsa, dan pengetahuannya tentang evolusi masyarakat membantu
para sarjana antropologi dalam mendekati masalah-masalah tertentu dengan banyak
memberi alternatif yang berskala luas dan dapat diuji.
3.
Obyek
khusus, cabang-cabang antropologi dan kegunaan studi antropologi.
a)
Obyek
khusus antropologi.
Dalam kenyataannya, saat ini sedikit sekali
yang berusaha menyelidiki seluruh ruang lingkup studi yang amat luas tentang
manusia dan kegiatan-kegiatannya itu. Beberapa ada yang mengkhususkan studinya pada aspek-aspek
biologik dari manusia. Mereka inilah yang membentuk cabang antropologi, yang
disebut antropologi-fisik atau antropologi-ragawi. Sedangkan yang lainnya memusatkan studinya
kepada keteraturan tingkah laku manusia. Mereka inilah yang mendalami cabang
lain dari antropologi, yaitu antropologi budaya. Antropologi budaya inilah yang
dikatakan oleh para sarjana antropologi sebagai bidang utama antropologi.
Antropologi budaya ini sebagai disiplin ilmu, mempelajari secara khusus seluruh
tingkah laku manusia atau yang disebut kebudayaan suatu bangsa, misalnya
kebudayaan bangsa Indonesia, ialah seluruh sistem tingkah laku yang
berkait-kaitan yang dilakukan oleh bangsa itu beserta alat-alat perlengkapan,
seperti alat masak, alat bercocok tanam, dan sebagainya. Kecuali melukiskan
keseluruhan kebudayaan atau cara-cara hidup (Ways of life), seorang sarjana
antropologi juga mempelajari dinamika kebudayaan, yaitu bagaimana terjadinya,
perubahannya dan tumbuhnya kebudayaan. Banyak sarjana antropologi yang
mendalami bagian-bagian kebudayaan, seperti organisasi kekerabatan, tingkah
laku seksual dan sebagainya.
b) Cabang-cabang studi
antropologi kebudayaan.
Antropologi kebudayaan itu dapat dipandang
sebagai federasi disiplin-disiplin ilmu etnografi, etnologi, arkeologi,
liguistik, dan antropologi sosial.
Etnografi menjadi dasar antropologi budaya.
Secara harfiah etnologi berarti “menulis tentang bangsa-bangsa” (Bahasa Yunani,
ethnos bangsa, ras; graphein = menulis). Disini etnografi kita artikan sebagai
studi deskriptif tentang masyarakat. Dahulu hampir semua etnografi disusun dari
laporan-laporan para penyelidik (Explorers), penyebar agama, pedagang, prajurit
dan para musafir. Baru, kira-kira pada abad ke 19, para peneliti yang terlatih
langsung terjun ke lapangan untuk mempelajari masyarakat. Dewasa ini,
kebanyakan etnografi dihasilkan oleh sarjana-sarjana antropologi yang terlatih,
yang dengan cermat mempelajari tehnik-tehnik “partisipan-pengamat”
(Participant-observer)agar dapat mengadakan observasi dan wawancara yang
obyektif dan mendalam, dapat memperoleh pengertian yang luas dan dalam tentang
manusia, dan agar dapat membuat laporan yang teliti. Walaupun ada juga kerangka
teorinya, tetapi etnografi tidaklah secara khusus membicarakan masalah-masalah
teoritik. Etnografi, ialah laporan deskriptif tentang data yang diperoleh
seperti apa adanya dan sedikit sekali berhubungan secara khusus dengan
perbandingan-perbandingan hipotesa-hipotesa ataupun dengan teori-teori.
Etnologi, ialah ilmu tentang manusia
sebagai kelompok, kebudayaan dan sejarah hidupnya. Etnologi berbeda dari
etnografi, dalam hal ilmu etnologi mempelajari antar relasi antara manusia
sebagai organisme dengan kebudayaannya, antara berbagai kebudayaan yang
berbeda-beda dan antara aspek-aspek yang berbeda-beda sebagai ilmu, etnologi
mencoba menerangkan, menekankan kepada anlisa dan pembandingan-pembandingan.
Oleh karena tiap-tiap kebudayaan itu berubah terus sepanjang waktu, maka
etnologi banyak berhubungan dengan latar belakang historik dari kebudayaan.
Aspek ini kadang-kadang disebut sejarah
kebudayaan. Jika perhatiannya kepada prinsip-prinsip umum dari perkembangan
kebudayaan, maka aspek etnologi ini disebut evolusi kebudayaan. Etnologi dan
etnografi, diambil bersama-sama, dapat dianggap sebagai cabang utama dari
antropologi budaya.
Etnologi sendiri dapat dibagi menjadi
beberapa anak cabang sesuai dengan spesialisasi. Jadi, ada yang mengkhususkan
diri dalam studi tentang kekerabatan “primitif” dan kehidupan keluarga,
kegiatan ekonomik, hukum dan pemerintahan, religi, kebuadayaan material dan
teknologi, bahasa, seni lukis, seni patung, musik dan tari-tarian, cerita
rakyat dan mitologi. Jadi, hampir semua aspek utama dari perwujudan kebudayaan
menjadi anak cabang etnologik yang dijadikan studi khusus oleh para spesialis.
Tujuan akhir etnologi, ialah mengerti bagaimana seluruh kebudayaan itu
terbentuk dan bagaimana kebudayaan itu bekerja. Di Inggris, sarjana-sarjana
yang mempelajari kebudayaan-kebudayaan yang masih hidup disebut sarjana
antropologi sosial.
Arkeologi atau disebut juga arkeologi
prehistorik, berusaha menggali sisa-sisa peninggalan kebudayaan dari masa-masa
lampau yang tidak mempunyai berita tertulis. Bukti-bukti kebudayaan yang sudah
hilang sering kali menolong kita dalam menelaah hubungan-hubungan historik
antara daerah-daerah di dunia ini dan juga menolong menggambarkan secara
kongkrit bagaimana kebudayaan itu tumbuh dan berubah. Beda arkeologi dari
etnologi, ialah etnologi mempelajari kebudayaan yang masih ada dan hidup serta
dapat diamati secara langsung, sedangkan arkeologi mempelajari kebudayaan dari
zaman-zaman yang telah lalu, yang kebanyakan hanya tinggal bekas-bekasnya saja,
dan itupun tidak selalu tampak di permukaan bumi.Ada yang menganggap arkeologi
ilmu, yang sebagian masuk ilmu antropologi budaya. Seorang sarjana arkeologi
disatu pihak memerlukan pengetahuan tentang paleontologi, baik paleontologi insani
maupun non insani, dan pengetahuan tentang geologi agar dapat mengenali
fosil-fosil dan dapat mengevaluasi arti pentingnya, di lain fihak sarjana
arkeologi sering kali menyusun teori-teori tentang organisasi sosial suatu
bangsa dari masa lampau berdasarkan sisa-sisa peninggalannya yang sudah digali.
Untuk keperluan itulah sarjana arkeologi harus tahu tentang antropologi budaya
pada umumnya.
Linguistik mempelajari bahasa sebagai
sistem bunyi, mempelajari unit-unit bahasa, aturan-aturan mengkombinasikan bunyi-bunyi,
bagaimana aturan-aturan ini berubah-ubah, hubungan-hubungan ruang antara
berbagai bahasa, dan mempelajari ketergantungan pikiran kepada bahasa.
Linguistik tidak secara langsung berhubungan dengan pengajaran penggunaan
bahasa yang baik dan benar ataupun dengan pengajaran bahasa asing. Sebagai ilmu
tentang bahasa, linguistik oleh banyak sarjana dianggap sebagai ilmi yang
berdiri sendiri yang otonom penuh. Akan tetapi, bagaimanapun juga bahasa
merupakan aspek kebudayaan yang sangat dekat berantar-aksi dengan lain-lain
perwujudan kebudayaan. Oleh karena itu, bahasa dapat dipahami paling baik dalam
konteks kebudayaan. Itulah sebabnya diantara ilmu-ilmu sosial, studi ilmiah
tentang bahasa-bahasa secara luas dianggap sebagai cabang dari antropologi budaya.
Antropologi sosial adalah istilah yang
banyak digunakan oleh para sarjana antropologi yang lebih memusatkan
perhatiannya kepada relasi-relasi sosial, seperti keluarga dan kekerabatan,
kelompok-kelompok umur, organisasi politik, hukum dan kegiatan ekonomik, dengan
singkat memusatkan perhatian kepada apa yang disebut struktur sosial. Di
Inggris para sarjana antropologi yang mengikuti pendapat A.R. Radeliffe Brown,
menolak kegunaan studi historik dalam antropologi dan memisahkan antropologi
budaya dan sejarah. Mereka membentuk anak cabang ilmu dalam antropologi budaya
dengan nama antropologi sosial, kadang-kadang juga disebut
antropologi-perbandingan. Jika pandangan antropologi sosial bersifat non
historik, maka pandangan etnologi justru bersifat historik.
Tentang antropologi sebagai ilmu manusia
dengan segala cabang dan anak cabangnya dapat dilukiskan dalam skema berikut :
Antropologi
(Ilmu tentang manusia)
Arkeologi
Etnografi Linguistik
Etnologi Antropologi sosial
c) Kegunaan Antropologi.
Dengan memahami kebudayaan bangsa-bangsa
lain, kita dapat mengerti lebih baik diri kita sendiri, dengan memahami
kebudayaan bangsa-bangsa lain, kita sebagai kelompok menjadi kurang
“diri-sentrik” (selfcentered) atau etnosentrik. Ada kecenderungan, orang
menganggap kebudayaan sendiri sebagai pusat segala-galanya, kebudayaan sendiri menjadi ukuran atau
standar untuk menilai kebudayaan bangsa-bangsa lain. Ada kecenderungan orang
menganggap kebudayaan sendiri lebih superior atau “lebih baik” dari kebudayaan
bangsa lain. Sebagaai lawan etnosentrisme ialah relativisme budaya (cultural
relativity). Relativisme budaya, mengakui kebudayaan itu berbeda-beda, tetapi
tidak dibedakan menurut taraf tinggi-rendah, baik-buruk, dan sebagainya. Karena
sebetulnya tidak ada ukuran yang mutlak. Relativisme budaya tidaklah
berpendapat, bahwa kebudayaan yang satu ”benar”, sedangkan kebudayaan yang lain
“salah”, atau kebudayaan yang satu “lebih baik” daripada yang lain, tetapi
kebudayaan yang satu hanya berbeda dengan kebudayaan uang lain. Misalnya, di
negara barat mempunyai istri lebih dari satu orang tidak dibenarkan, tetapi
pada masyarakat yang membolehkan orang berpoligami, mempunyai istri lebih dari
seorang, justru lebih diingini. Relativisme budaya memandang adat perkawinan
tersebut, tidaklah sebagai persoalan moral, tetapi sebagai jawaban atas masalah
yang dihadapi masyarakat yang bersangkutan dan sebagai penyesuaian kepada
kondisi-kondisi tertentu. Sebagai misal, stelsel perkawinan poligini lebih
disukai oleh suku bangsa yang matapencaharian hidupnya sangat memerlukan tenaga
banyak. Jadi, masyarakat macam ini poligini merupakan cara memecahkan masalah
kekurangan tenaga, masalah ekonomi, dan sebagai penyesuaian kepada teknologi
yang masih sangat sederhana. Walaupun stelsel perkawinan tersebut harus
dinilai, maka yang dinilai adalah kegunaannya unyuk mencapai tujuan, bukan
baik-buruknya. Bagi yang mengikuti stelsel monogami, stelsel poligini tidak
usah berarti jelek dan sebaliknya. Jadi, sekali lagi, relativisme budaya hanya
melihat bahwa kebudayaan masyarakat itu berbeda-beda, tetapi
perbedaan-perbedaan itu tidak disusun sedemikian rupa, sehingga kebudayaan yang
satu dikatakan baik, yang lain jelek. Sebab dalam hal menilai baik buruk ini
ukurannya bersifat sangat nissbi (relatif), tidak mutlak. Tetapi hal ini
tidaklah berarti bahwa relativsme pemecahan
masalah-masalah yang timbul dari sistem-sistem nilai yang berbeda-beda di dunia
ini. Juga, relativisme budaya tidaklah berarti bahwa “adalah mungkin kita
menjauhkan dan membebaskan diri kita dari membuat penilaian-penilaian”,
relavisme budaya hanyalah berarti
memberikan penilaian dan berusaha
untuk mengurangi kegemaran ini dalam menjalankan tugas para ahli antropologi.
Hal ini berarti, untuk tujuan-tujuan penilaian, penilaian terhadap salah benar,
baik buruk dan sebagainya, itu disisihkan agar para antropolog dapat memahami
cara-cara hidup atau kebudayaan yang berbeda dari kebuudayaannya sendiri. Sebagai ahli
profesional, seorang antropolog
mengetahui bagaimana adat yang tampaknya sebagai “tidak ada artinya”
(senseless), sebetulnya bagi orag awam justru “mengandung arti” jika dilihat
dari bagian kehidupan manusia yang kompleks, misalnya, dibawah kondisi ekologi
yang berbeda dari kondisi ekoloigi kita. Oleh karena itu, seorang antropolog
tidak akan mengatakan, misalnya, tentang praktek-praktek yang mengerikan dari
sukubangsa tidak mempunya perasaan. Sebab, pernyataan seperti itu berarti
menggunakan nilai-nilai budaya yang satu untuk menilai kebuedayaan yang lain
yang berbeda.perbuatan seperti itu tentulah menghambat pemahaman kebudayaan
masyarakat bangsa-bangsa lain dan kebudayaan sendiri. Tetapi, memahami
kebudayaan bangsa lain tidaklah berarti menerima atau menyetujui atau menolak,
itu tidaklah terkandung dalam pengertian relativisme budaya. Relativisme budaya
tidaklah berarti bahwa individu sebagai anggota masyarakat yang mempunyai
perhattian kepada bermacam-macam persoalan, sama sekali tidak membuat
penilaian-penilaian, tidak berarti bahwa individu-individu itu tidak mempunyai pilihan-pilihan,tidak berearti tidak mempunyai
pengertian-pengertian tentang baik buruk,tidak berarti tidak menggunakan
menggunakan standarnya sendiri dalam menanggapi berbagai hal yang
mengganggudirinya atau mengganggu kebudayaan masyarakatnya.Sehubungan dengan
kegunaan antropologi,justru dengan menyadari akan adanya relativisme budaya
yang berarti adanya perbedaan-perbedaan kebudayaan antar berbagai bangsa dan
masyarakat itulah kita daoat memahami kebudayaan sendiri,denagn lebih baik.
4. Konsep-Konsep
dalam Antropologi
Seperti halnya ilmu sosial yang
lain juga memiliki suatu struktur yang terdiri dari sekumpulan
fakta,konsep,generalisasi dan teori.Konsep-konsep dalam antropologi didefinisikan
secara tidak jelas dan mempunyai arti yang berbeda-beda oleh setiap ilmuwan.Di
bawah ini merupakan konsep penting dalam antropologi,meliputi:
a.
Kebudayaan
(culture)
Konsep paling esensial dalam
antropologi adalah konsep kebudayaan.Keseluruhan isi kebudayaan tercakup dalam
3 kategori:system gagasan(kepercayaan),pola tingkah laku(tingkah laku),dan
hasil tindakan manusia.
b.
Unsur Kebudayaan
Satuan terkecil dalam suatu
kebudayaan disebut unsure kebudayaan atau ‘trait’.Unsur-unsur kebudayaan
mungkin terdiri dari pola tingkah laku atau artefak.Tiap kebudayaan terdiri
dari gabungan antara unsure-unsur yang dipinjam dari masyarakat lain dan yang
ditemukan serndri oleh masyarakat yang bersangkutan.Konsep unsure kebudayaan
banyak dijumpai pada waktu seseorang mempelajari proses difusi dan akulturasi
kebudayaan.
c.
Kompleks
Kebudayaan
Seperangkat unsure
kebudayaan yang mempunyai keterkaitan fungsional satu dengan lainnya disebut
kompleks kebudayaan.
d.
Enkulturasi
Enkulturasi adalah proses dimana individu belajar untuk berperan serta
dalam kebudayaan masyarakatnya sendiri.Konsep ini hamper sma dengan sosialisasi,suatu
konsep esensial dalam disiplin sosiologi(Banks&Clegg,1977:273)
e.
Daerah
Kebudayaan
Daerah kebudayaan(culture area) adalah suatu wilayah geografis yang penduduknya berbagi (sharing)
unsure-unsur dan kompleks-komp-leks kebudayaan tertentu yabng sama.
f.
Difusi
Kebudayaan
Proses tersebarnya
unsure-unsur kebudayaan dari suatu daerah ke daerah kebudayaan lain disebut
difusi kebudayaan.Konsep lain yang berkaitan erat dengan difusi adalah
invensi,yakni proses berkembangnya suatu unsure atau artefak baru dalam suatu
kebudayaan yabg terjadi secara independen.
g.
Akulturasi
Apabila dua masyarakat yang
berbeda kebudayaannya melakukan komtak langsung satu dengan lainnya ,maka akan
terjadi pertukaran unsure-unsur kebudayaan yang terjadi selama dua kebudayaan yang
berbeda saling kontak secara terus-menerus dalam waktu yang panjang disebut
akulturasi(Banks&Clegg,1977:275).Akulturasi sering terjadi apalbila
kelompok-kelompok kuat menguasai kelompok-kelompak lemah,seperti antara
penjajan dan yang dijajah.
Dalam akulturasi terjadi proses dua arah,yakni saling bertukar iunsur
kebudayaan dan terjadi proses seleksi.Suatu kebudayaan yang dapat menerima
unsure-unsur kebudayaan lain dalam batas batas tertentu , ialah unsure unsure
yang dapat dilebur bersama atau diintegrasikan dalam unsure unsure kebudayaan.
h.
Etnosentrisme
i.
Tradisi
j.
Reletifitas
kebudayaan
Tiap kebudayaan mempunyai
cirri-ciri yang unik, yang tidak terdapat pada kebudayaan lain, maka apa yang
dipandang sebagai tingkah laku normal dalam suatu kebudayaan mungkon dipandang
sebagai abnormal dalam kebudayaan yang lain. Jadi, patokan (standar) dalam
suatu kebudayaan tidak dapat dipergunakan untuk menilai tingkah laku dalam
kebudayaan yang lain (Banks&Clegg,1977:275).
k.
Ras dan kelompok
etnik
Ras dan etik
adalah dua konsep yang berbeda, tetapi sering dikacaukan penggunanya. Ras
adalah sekelompok orang yang kesamaan dalam sejumlah unsure biologis atau suatu
populasi yang memiliki kesamaan unsure-unsur fisikal yang khasyang disebabkan
oleh keturunan (genetic).Kelompok etnik adalah sekumpulan individu yang merasa
sebagai satu kel;ompok karena kesaan identitas, nilai-nilai sosial yang
dijunjung bersama, pola tingkah laku yang sama, dan unsur-unsur budaya lainnya
yang secara nyata berbeda dibandingkan kelompok-kelompok lainnya. Ras menunjuk
kepada kelompok berdasarkan keturunan biologis, seperti ras kulit hitam dan ras
kulit putih. Etnik menunjuk kepada kelompok berdasarkan kesamaan unsure-unsur
saial budaya,seperti orang jawa, orang sunda, orang Madura, orang tengger dan
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Salladin,Dr .dan Dr.M.Zaini Hasan.1996.Pengantar Ilmu Sosial.Jakarta:Depdikbud Direktorat
Jenderal
Pendidikan Tinggi.
1980.Antropologi
Budaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Dr.H.Supardan,Dadang,M.Pd.2008.Pengantar Ilmu Sosial.Jakarta:PT Bumi Aksara
0 Komentar:
Posting Komentar
cukup dengan saran saya akan sangat terkesan, :)