Jumat, 21 Maret 2014

"ANTROPOLOGI"

0


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Pengertian Antropologi
Secara harfiah antropologi  adalah ilmu (logos) tentang manusia (antropos).Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaliagus makluk sosial..Beberapa ahli juga menguraikan tentang pengertian antropologi yaitu:
Ø  Margaret Mead,bahwa antropologi merupakan:
a)      Ilmu pengetahuan alam atau ilmu biologik, dalam arti, Ilmu yang mempelajari evolusi fisik dan sifat hakekat biologik manusia;
b)      Ilmu sosial,  dalam arti, ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai anggota kelompok sosial;
c)      Disiplin ilmu yang bersifat histirik, artinya yang berusaha membuat rekonstruksi urutan-urutan perkembangan kebudayaan;
d)     Salah satu dari ilmu “humanities”, yang mempelajari kesenian, folklore, tradisi lisan dan sebagainya.
Ø  William A.Havilland
Antropologi adalah studi tentang manusia ,berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat bagin manusia dan perilakunya sertauntuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
Ø  David Hunter
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari pengetahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.
Ø  Koentjaraningrat
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna,bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi-definisi tersebut,pengertian antropologi secara umum adalah sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara perilaku,tradisi-tradisi,nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnyaberbeda-beda.
2.      Ciri-ciri Antropologi
Dilihat dari segi pendekatan atau segi tinjauan ada dua ciri khas dari antrropologi, yaitu pendekatan yang bersifat komparatif dan yang bersifat holistik. Pendekatan komparatif, berusaha melihat manusia dengan pandangan yang luas, tidak hanya meninjau manusia dalam masyarakat yang terisolasi atau bahkan hanya dalam satu tradisi sosial tertentu saja. Pendekatan komparatif membanding-bandingkan masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, tradisi yang satu dengan tradisi yang lain dalam seluruh ruang dan waktu. Pendekatan ini berusaha mengenali persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan untuk sampai kepada generalisasi.pendekatan ini berusaha memberikan keterangan ilmiah yang dapat diterima tentang variasi bentuk-bentuk sosial dan mencatat asal-usul serta perkembangan manusia dengan adat-istiadatnya. Dikripsi tentang masyarakat petani indonesia, tentang masyarakat berburu di afrika, tentang masyarakat penggembala di asia, masyarakat industri di eropa dan  masyarakat lain di berbagai daerah dan benua, semuanya itu perlu bagi studi antropologi.
Umumnya dalam pendekatan komparatif ini, ialah penerimaan proposisi, bahwa masyarakat itu dapat diperbandingkan di setiap tempat dan waktu. Tidak ada masyarakat setidak-tidaknya dalam ciri-ciri umumnya-- yang unik.
Pendekatan komparatif itu juga mencakup dimensi waktu. Untuk mengerti keadaan masyarakat industri masa sekarang, kita haruslah mengerti apa yang terjadi pada masa yang telah lalu, kita harus tahu tentang masyarakat non-industri yang menjadi titik tolak perkembangan masyarakat modern saat ini. Jadi, masyarakat modern itu hanya merupakan bagian kecil dari fenomena yang lebih besar, yang kita usahakan dapat kita tinjau, kita uraikan, dan kita pahami. Misalnya, kita tidak akan mengerti sepenuhnya perkembangan teknologi yang kompleks, tanpa memahami konsekwensi-konsekwensi sosial dari teknologi sederhana. Pemahaman seperti ini, ialah secara bertahap, meningkat dari yang paling sederhana kepada yang paling kompleks.
Sedangkan pendekatan holistik berdasarkan pendapat, bahwa masyarakat itu dapat diselidikii sebagai keseluruhan, sebagai unit-unit yang bersifat fungsional atau sebagai sistem-sistem.
Banyak variasi holisme dengan nama-nama atau istilah tertentu. Yang paling umum, ialah yang disebut “fungsionalisme”. Secara sederhana, holisme dalam antropologi berarti antropologi mencoba mencakup keseluruhan ruang lingkup dari segala apa yang berhubungan dengan kemanusiaan untuk sampai kepada generalisasi-generalisasi; antropologi mencoba memberikan pandangan total. Secara khusus, holisme dan antropologi mempunyai dua aspek primer.
a)    Kebudayaan manusia sebagai jaringan tunggal yang saling terkait, sebagai kesatuan yang teratur, sebagai keseluruhan yang berfungsi, yang didalamnya semua bagian saling berhubungan satu sama lain sebagai komponen-komponen dari satu sistem. Suatu kejadian yang terjadi pada komponen yang manapun dari sistem itu akan berpengaruh kepada struktur dan kerja keseluruhan.
b)   Antropologi juga bersifat holistik, dalam arti antropologi mempelajari baik ciri-ciri fisik atau biologik, maupun ciri-ciri sosial dan budaya dari spesies-spesies. Evolusi fisik Homo dan evolusi budaya tidaklah dipandang sebagai tanpa saling berkait-kaitan.
Dilihat dari pusat perhatian antropologi, ada ciri lain lagi dalam antropologi yang dianggap sebagai ciri khas, yaitu bahwa pusat perhatian atau fokus studi antropologi, ialah bangsa-bangsa “primitif”beserta kebudayaan dan perilakunya. Tetapi saat ini tidak lagi membatasi studinya pada bangsa-bangsa seperti itu.Seiring dengan perkembangan zaman studinya diarahkan kepada masyarakat yang dianggap “modern”. Hal ini disebabkan karena dalam abad teknologi seperti sekarang ini makin lama makin hilanglah bangsa-bangsa dan masyarakat-masyarakat yang dikatakan “primitif” dan terisolasi itu, dan dalam masyarakat kita yang dikatakkan “modern”, justru makin bertambah banyak masalah yang dihadapi, yang memerlukan pemecahan.. Menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat sendiri ini, para sarjana antropologi memberikan sumbangan yang khusus. Pengalamannya yang bermacam-macam tentang cara hidup berbagai bangsa atau suku bangsa, dan pengetahuannya tentang evolusi masyarakat membantu para sarjana antropologi dalam mendekati masalah-masalah tertentu dengan banyak memberi alternatif yang berskala luas dan dapat diuji.
3.      Obyek khusus, cabang-cabang antropologi dan kegunaan studi antropologi.
a) Obyek khusus antropologi.
     Dalam kenyataannya, saat ini sedikit sekali yang berusaha menyelidiki seluruh ruang lingkup studi yang amat luas tentang manusia dan kegiatan-kegiatannya itu. Beberapa ada yang mengkhususkan studinya pada aspek-aspek biologik dari manusia. Mereka inilah yang membentuk cabang antropologi, yang disebut antropologi-fisik atau antropologi-ragawi. Sedangkan yang lainnya memusatkan studinya kepada keteraturan tingkah laku manusia. Mereka inilah yang mendalami cabang lain dari antropologi, yaitu antropologi budaya. Antropologi budaya inilah yang dikatakan oleh para sarjana antropologi sebagai bidang utama antropologi. Antropologi budaya ini sebagai disiplin ilmu, mempelajari secara khusus seluruh tingkah laku manusia atau yang disebut kebudayaan suatu bangsa, misalnya kebudayaan bangsa Indonesia, ialah seluruh sistem tingkah laku yang berkait-kaitan yang dilakukan oleh bangsa itu beserta alat-alat perlengkapan, seperti alat masak, alat bercocok tanam, dan sebagainya. Kecuali melukiskan keseluruhan kebudayaan atau cara-cara hidup (Ways of life), seorang sarjana antropologi juga mempelajari dinamika kebudayaan, yaitu bagaimana terjadinya, perubahannya dan tumbuhnya kebudayaan. Banyak sarjana antropologi yang mendalami bagian-bagian kebudayaan, seperti organisasi kekerabatan, tingkah laku seksual dan sebagainya.
b)      Cabang-cabang studi antropologi kebudayaan.
     Antropologi kebudayaan itu dapat dipandang sebagai federasi disiplin-disiplin ilmu etnografi, etnologi, arkeologi, liguistik, dan antropologi sosial.
     Etnografi menjadi dasar antropologi budaya. Secara harfiah etnologi berarti “menulis tentang bangsa-bangsa” (Bahasa Yunani, ethnos bangsa, ras; graphein = menulis). Disini etnografi kita artikan sebagai studi deskriptif tentang masyarakat. Dahulu hampir semua etnografi disusun dari laporan-laporan para penyelidik (Explorers), penyebar agama, pedagang, prajurit dan para musafir. Baru, kira-kira pada abad ke 19, para peneliti yang terlatih langsung terjun ke lapangan untuk mempelajari masyarakat. Dewasa ini, kebanyakan etnografi dihasilkan oleh sarjana-sarjana antropologi yang terlatih, yang dengan cermat mempelajari tehnik-tehnik “partisipan-pengamat” (Participant-observer)agar dapat mengadakan observasi dan wawancara yang obyektif dan mendalam, dapat memperoleh pengertian yang luas dan dalam tentang manusia, dan agar dapat membuat laporan yang teliti. Walaupun ada juga kerangka teorinya, tetapi etnografi tidaklah secara khusus membicarakan masalah-masalah teoritik. Etnografi, ialah laporan deskriptif tentang data yang diperoleh seperti apa adanya dan sedikit sekali berhubungan secara khusus dengan perbandingan-perbandingan hipotesa-hipotesa ataupun dengan teori-teori.
     Etnologi, ialah ilmu tentang manusia sebagai kelompok, kebudayaan dan sejarah hidupnya. Etnologi berbeda dari etnografi, dalam hal ilmu etnologi mempelajari antar relasi antara manusia sebagai organisme dengan kebudayaannya, antara berbagai kebudayaan yang berbeda-beda dan antara aspek-aspek yang berbeda-beda sebagai ilmu, etnologi mencoba menerangkan, menekankan kepada anlisa dan pembandingan-pembandingan. Oleh karena tiap-tiap kebudayaan itu berubah terus sepanjang waktu, maka etnologi banyak berhubungan dengan latar belakang historik dari kebudayaan. Aspek ini kadang-kadang disebut sejarah kebudayaan. Jika perhatiannya kepada prinsip-prinsip umum dari perkembangan kebudayaan, maka aspek etnologi ini disebut evolusi kebudayaan. Etnologi dan etnografi, diambil bersama-sama, dapat dianggap sebagai cabang utama dari antropologi budaya.
     Etnologi sendiri dapat dibagi menjadi beberapa anak cabang sesuai dengan spesialisasi. Jadi, ada yang mengkhususkan diri dalam studi tentang kekerabatan “primitif” dan kehidupan keluarga, kegiatan ekonomik, hukum dan pemerintahan, religi, kebuadayaan material dan teknologi, bahasa, seni lukis, seni patung, musik dan tari-tarian, cerita rakyat dan mitologi. Jadi, hampir semua aspek utama dari perwujudan kebudayaan menjadi anak cabang etnologik yang dijadikan studi khusus oleh para spesialis. Tujuan akhir etnologi, ialah mengerti bagaimana seluruh kebudayaan itu terbentuk dan bagaimana kebudayaan itu bekerja. Di Inggris, sarjana-sarjana yang mempelajari kebudayaan-kebudayaan yang masih hidup disebut sarjana antropologi sosial.
     Arkeologi atau disebut juga arkeologi prehistorik, berusaha menggali sisa-sisa peninggalan kebudayaan dari masa-masa lampau yang tidak mempunyai berita tertulis. Bukti-bukti kebudayaan yang sudah hilang sering kali menolong kita dalam menelaah hubungan-hubungan historik antara daerah-daerah di dunia ini dan juga menolong menggambarkan secara kongkrit bagaimana kebudayaan itu tumbuh dan berubah. Beda arkeologi dari etnologi, ialah etnologi mempelajari kebudayaan yang masih ada dan hidup serta dapat diamati secara langsung, sedangkan arkeologi mempelajari kebudayaan dari zaman-zaman yang telah lalu, yang kebanyakan hanya tinggal bekas-bekasnya saja, dan itupun tidak selalu tampak di permukaan bumi.Ada yang menganggap arkeologi ilmu, yang sebagian masuk ilmu antropologi budaya. Seorang sarjana arkeologi disatu pihak memerlukan pengetahuan tentang paleontologi, baik paleontologi insani maupun non insani, dan pengetahuan tentang geologi agar dapat mengenali fosil-fosil dan dapat mengevaluasi arti pentingnya, di lain fihak sarjana arkeologi sering kali menyusun teori-teori tentang organisasi sosial suatu bangsa dari masa lampau berdasarkan sisa-sisa peninggalannya yang sudah digali. Untuk keperluan itulah sarjana arkeologi harus tahu tentang antropologi budaya pada umumnya.
     Linguistik mempelajari bahasa sebagai sistem bunyi, mempelajari unit-unit bahasa, aturan-aturan mengkombinasikan bunyi-bunyi, bagaimana aturan-aturan ini berubah-ubah, hubungan-hubungan ruang antara berbagai bahasa, dan mempelajari ketergantungan pikiran kepada bahasa. Linguistik tidak secara langsung berhubungan dengan pengajaran penggunaan bahasa yang baik dan benar ataupun dengan pengajaran bahasa asing. Sebagai ilmu tentang bahasa, linguistik oleh banyak sarjana dianggap sebagai ilmi yang berdiri sendiri yang otonom penuh. Akan tetapi, bagaimanapun juga bahasa merupakan aspek kebudayaan yang sangat dekat berantar-aksi dengan lain-lain perwujudan kebudayaan. Oleh karena itu, bahasa dapat dipahami paling baik dalam konteks kebudayaan. Itulah sebabnya diantara ilmu-ilmu sosial, studi ilmiah tentang bahasa-bahasa secara luas dianggap sebagai cabang dari antropologi budaya.
     Antropologi sosial adalah istilah yang banyak digunakan oleh para sarjana antropologi yang lebih memusatkan perhatiannya kepada relasi-relasi sosial, seperti keluarga dan kekerabatan, kelompok-kelompok umur, organisasi politik, hukum dan kegiatan ekonomik, dengan singkat memusatkan perhatian kepada apa yang disebut struktur sosial. Di Inggris para sarjana antropologi yang mengikuti pendapat A.R. Radeliffe Brown, menolak kegunaan studi historik dalam antropologi dan memisahkan antropologi budaya dan sejarah. Mereka membentuk anak cabang ilmu dalam antropologi budaya dengan nama antropologi sosial, kadang-kadang juga disebut antropologi-perbandingan. Jika pandangan antropologi sosial bersifat non historik, maka pandangan etnologi justru bersifat historik.
     Tentang antropologi sebagai ilmu manusia dengan segala cabang dan anak cabangnya dapat dilukiskan dalam skema berikut :

Antropologi (Ilmu tentang manusia)
 


       
  Antropologi ragawi (fisik)                                           Antropologi budaya

                                       Arkeologi

                                                   Etnografi                     Linguistik

                                                               Etnologi                      Antropologi sosial
      







c)      Kegunaan Antropologi.
       Dengan memahami kebudayaan bangsa-bangsa lain, kita dapat mengerti lebih baik diri kita sendiri, dengan memahami kebudayaan bangsa-bangsa lain, kita sebagai kelompok menjadi kurang “diri-sentrik” (selfcentered) atau etnosentrik. Ada kecenderungan, orang menganggap kebudayaan sendiri sebagai pusat segala-galanya,  kebudayaan sendiri menjadi ukuran atau standar untuk menilai kebudayaan bangsa-bangsa lain. Ada kecenderungan orang menganggap kebudayaan sendiri lebih superior atau “lebih baik” dari kebudayaan bangsa lain. Sebagaai lawan etnosentrisme ialah relativisme budaya (cultural relativity). Relativisme budaya, mengakui kebudayaan itu berbeda-beda, tetapi tidak dibedakan menurut taraf tinggi-rendah, baik-buruk, dan sebagainya. Karena sebetulnya tidak ada ukuran yang mutlak. Relativisme budaya tidaklah berpendapat, bahwa kebudayaan yang satu ”benar”, sedangkan kebudayaan yang lain “salah”, atau kebudayaan yang satu “lebih baik” daripada yang lain, tetapi kebudayaan yang satu hanya berbeda dengan kebudayaan uang lain. Misalnya, di negara barat mempunyai istri lebih dari satu orang tidak dibenarkan, tetapi pada masyarakat yang membolehkan orang berpoligami, mempunyai istri lebih dari seorang, justru lebih diingini. Relativisme budaya memandang adat perkawinan tersebut, tidaklah sebagai persoalan moral, tetapi sebagai jawaban atas masalah yang dihadapi masyarakat yang bersangkutan dan sebagai penyesuaian kepada kondisi-kondisi tertentu. Sebagai misal, stelsel perkawinan poligini lebih disukai oleh suku bangsa yang matapencaharian hidupnya sangat memerlukan tenaga banyak. Jadi, masyarakat macam ini poligini merupakan cara memecahkan masalah kekurangan tenaga, masalah ekonomi, dan sebagai penyesuaian kepada teknologi yang masih sangat sederhana. Walaupun stelsel perkawinan tersebut harus dinilai, maka yang dinilai adalah kegunaannya unyuk mencapai tujuan, bukan baik-buruknya. Bagi yang mengikuti stelsel monogami, stelsel poligini tidak usah berarti jelek dan sebaliknya. Jadi, sekali lagi, relativisme budaya hanya melihat bahwa kebudayaan masyarakat itu berbeda-beda, tetapi perbedaan-perbedaan itu tidak disusun sedemikian rupa, sehingga kebudayaan yang satu dikatakan baik, yang lain jelek. Sebab dalam hal menilai baik buruk ini ukurannya bersifat sangat nissbi (relatif), tidak mutlak. Tetapi hal ini tidaklah berarti bahwa relativsme pemecahan masalah-masalah yang timbul dari sistem-sistem nilai yang berbeda-beda di dunia ini. Juga, relativisme budaya tidaklah berarti bahwa “adalah mungkin kita menjauhkan dan membebaskan diri kita dari membuat penilaian-penilaian”, relavisme budaya hanyalah berarti memberikan penilaian dan berusaha untuk mengurangi kegemaran ini dalam menjalankan tugas para ahli antropologi. Hal ini berarti, untuk tujuan-tujuan penilaian, penilaian terhadap salah benar, baik buruk dan sebagainya, itu disisihkan agar para antropolog dapat memahami cara-cara hidup atau kebudayaan yang berbeda dari kebuudayaannya sendiri. Sebagai ahli profesional, seorang antropolog mengetahui bagaimana adat yang tampaknya sebagai “tidak ada artinya” (senseless), sebetulnya bagi orag awam justru “mengandung arti” jika dilihat dari bagian kehidupan manusia yang kompleks, misalnya, dibawah kondisi ekologi yang berbeda dari kondisi ekoloigi kita. Oleh karena itu, seorang antropolog tidak akan mengatakan, misalnya, tentang praktek-praktek yang mengerikan dari sukubangsa tidak mempunya perasaan. Sebab, pernyataan seperti itu berarti menggunakan nilai-nilai budaya yang satu untuk menilai kebuedayaan yang lain yang berbeda.perbuatan seperti itu tentulah menghambat pemahaman kebudayaan masyarakat bangsa-bangsa lain dan kebudayaan sendiri. Tetapi, memahami kebudayaan bangsa lain tidaklah berarti menerima atau menyetujui atau menolak, itu tidaklah terkandung dalam pengertian relativisme budaya. Relativisme budaya tidaklah berarti bahwa individu sebagai anggota masyarakat yang mempunyai perhattian kepada bermacam-macam persoalan, sama sekali tidak membuat penilaian-penilaian, tidak berarti bahwa individu-individu itu tidak mempunyai pilihan-pilihan,tidak berearti tidak mempunyai pengertian-pengertian tentang baik buruk,tidak berarti tidak menggunakan menggunakan standarnya sendiri dalam menanggapi berbagai hal yang mengganggudirinya atau mengganggu kebudayaan masyarakatnya.Sehubungan dengan kegunaan antropologi,justru dengan menyadari akan adanya relativisme budaya yang berarti adanya perbedaan-perbedaan kebudayaan antar berbagai bangsa dan masyarakat itulah kita daoat memahami kebudayaan sendiri,denagn lebih baik.
4.      Konsep-Konsep dalam Antropologi
              Seperti halnya ilmu sosial yang lain  juga memiliki  suatu struktur yang terdiri dari sekumpulan fakta,konsep,generalisasi dan teori.Konsep-konsep dalam antropologi didefinisikan secara tidak jelas dan mempunyai arti yang berbeda-beda oleh setiap ilmuwan.Di bawah ini merupakan konsep penting dalam antropologi,meliputi:
a.       Kebudayaan (culture)
Konsep paling esensial dalam antropologi adalah konsep kebudayaan.Keseluruhan isi kebudayaan tercakup dalam 3 kategori:system gagasan(kepercayaan),pola tingkah laku(tingkah laku),dan hasil tindakan manusia.

b.      Unsur Kebudayaan
Satuan terkecil dalam suatu kebudayaan disebut unsure kebudayaan atau ‘trait’.Unsur-unsur kebudayaan mungkin terdiri dari pola tingkah laku atau artefak.Tiap kebudayaan terdiri dari gabungan antara unsure-unsur yang dipinjam dari masyarakat lain dan yang ditemukan serndri oleh masyarakat yang bersangkutan.Konsep unsure kebudayaan banyak dijumpai pada waktu seseorang mempelajari proses difusi dan akulturasi kebudayaan.
c.       Kompleks Kebudayaan
Seperangkat unsure kebudayaan yang mempunyai keterkaitan fungsional satu dengan lainnya disebut kompleks kebudayaan.
d.      Enkulturasi
Enkulturasi adalah proses dimana individu belajar untuk berperan serta dalam kebudayaan masyarakatnya sendiri.Konsep ini hamper sma dengan sosialisasi,suatu konsep esensial dalam disiplin sosiologi(Banks&Clegg,1977:273)
e.       Daerah Kebudayaan
Daerah kebudayaan(culture area) adalah suatu wilayah geografis  yang penduduknya berbagi (sharing) unsure-unsur dan kompleks-komp-leks kebudayaan tertentu yabng sama.
f.       Difusi Kebudayaan
Proses tersebarnya unsure-unsur kebudayaan dari suatu daerah ke daerah kebudayaan lain disebut difusi kebudayaan.Konsep lain yang berkaitan erat dengan difusi adalah invensi,yakni proses berkembangnya suatu unsure atau artefak baru dalam suatu kebudayaan yabg terjadi secara independen.
g.      Akulturasi
Apabila dua masyarakat yang berbeda kebudayaannya melakukan komtak langsung satu dengan lainnya ,maka akan terjadi pertukaran unsure-unsur kebudayaan yang terjadi selama dua kebudayaan yang berbeda saling kontak secara terus-menerus dalam waktu yang panjang disebut akulturasi(Banks&Clegg,1977:275).Akulturasi sering terjadi apalbila kelompok-kelompok kuat menguasai kelompok-kelompak lemah,seperti antara penjajan dan yang dijajah.
Dalam akulturasi terjadi proses dua arah,yakni saling bertukar iunsur kebudayaan dan terjadi proses seleksi.Suatu kebudayaan yang dapat menerima unsure-unsur kebudayaan lain dalam batas batas tertentu , ialah unsure unsure yang dapat dilebur bersama atau diintegrasikan dalam unsure unsure kebudayaan.
h.      Etnosentrisme
i.        Tradisi
j.        Reletifitas kebudayaan
                 Tiap kebudayaan mempunyai cirri-ciri yang unik, yang tidak terdapat pada kebudayaan lain, maka apa yang dipandang sebagai tingkah laku normal dalam suatu kebudayaan mungkon dipandang sebagai abnormal dalam kebudayaan yang lain. Jadi, patokan (standar) dalam suatu kebudayaan tidak dapat dipergunakan untuk menilai tingkah laku dalam kebudayaan yang lain (Banks&Clegg,1977:275).
k.      Ras dan kelompok etnik
Ras dan etik adalah dua konsep yang berbeda, tetapi sering dikacaukan penggunanya. Ras adalah sekelompok orang yang kesamaan dalam sejumlah unsure biologis atau suatu populasi yang memiliki kesamaan unsure-unsur fisikal yang khasyang disebabkan oleh keturunan (genetic).Kelompok etnik adalah sekumpulan individu yang merasa sebagai satu kel;ompok karena kesaan identitas, nilai-nilai sosial yang dijunjung bersama, pola tingkah laku yang sama, dan unsur-unsur budaya lainnya yang secara nyata berbeda dibandingkan kelompok-kelompok lainnya. Ras menunjuk kepada kelompok berdasarkan keturunan biologis, seperti ras kulit hitam dan ras kulit putih. Etnik menunjuk kepada kelompok berdasarkan kesamaan unsure-unsur saial budaya,seperti orang jawa, orang sunda, orang Madura, orang tengger dan sebagainya.














        
DAFTAR PUSTAKA

Salladin,Dr .dan Dr.M.Zaini Hasan.1996.Pengantar Ilmu Sosial.Jakarta:Depdikbud  Direktorat
            Jenderal Pendidikan Tinggi.
1980.Antropologi Budaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Dr.H.Supardan,Dadang,M.Pd.2008.Pengantar Ilmu Sosial.Jakarta:PT Bumi Aksara


0 Komentar:

Posting Komentar

cukup dengan saran saya akan sangat terkesan, :)